ARTIKEL KAJIAN SOSIOLOGI HUKUM
“Indonesia : Negara Hukum dengan Segala Keunikannya”
Oleh
: Aprita Nur Rachma
Pendidikan
Sosiologi 2018 A / 18413241025
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
Indonesia
merupakan suatu negara yang terdiri dari ribuan pulau yang terpencar di seluruh
nusantara. Sebagai negara kepulauan, menjadikan masyarakatnya memiliki
karakteristik yang berbeda-beda dan mempunyai keunikan masing-masing. Mulai
dari ragam bahasanya, ras, suku bangsa, dan agama. Begitu pula dengan budaya
yang ada di dalamnya pun sangat beragam. Bahkan semboyan negara yang dimiliki
Indonesia pun adalah “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda namun
tetap satu. Di lain sisi, Indonesia juga merupakan negara kesatuan berbentuk
republik yang memiliki sistem pemerintahan demokrasi, dan didasari oleh sebuah
hukum.
Sebagai negara hukum yang memiliki latar belakang masyarakat yang
beragam dan sangat kompleks, menyebabkan hukum yang ada di Indonesia haruslah
disesuaikan dengan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku di masyarakat
setempat guna menghasilkan sebuah peraturan atau hukum yang dapat memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat yang bersangkutan. Apabila kita membicarakan
tentang sejarah hukum yang ada di Indonesia, dahulu budaya masyarakat hukum
yang ada di Indonesia berawal dari sistem hukum tidak tertulis (unwritten law), atau budaya hukum yang hidup, tumbuh, dan
berkembang di dalam masyarakat (living
law). Namun, akibat pengaruh penjajahan
pada masa kolonial, seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat hukum
Indonesia mengalami pembangunan hukum dan konsep hukum yang berlaku meliputi
hukum tertulis. Sehingga masyarakat hukum Indonesia lama-kelamaan mulai
terbiasa dengan hukum tertulis.
A.
Hukum Sebagai Sistem Nilai
Salah satu paradigma hukum adalah nilai, sehingga hukum dapat
dilihat sebagai sosok nilai pula. Hukum sebagai perwujudan niali-nilai
mengandung arti bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan
nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Donald Black, seorang
sosiolog hukum Amerika terkemuka menolak untuk membicarakan nilai-nilai karena
sosiologi hukum seharusnya konsisten sebagai ilmu menegnai fakta, sehingga
segala sesuatunya harus didasarkan pada apa yang dapat diamati dan
dikualifikasikan. Berseberangan dengan Donald Black, maka Philip Selznick dan
kawan-kawannya dari Berkeley berpendapat bahwa hakikat dari hukum justru
terletak pada karakteristik dari hukum sebagai institusi yang menunjang dan
melindungi nilai-nilai.
Indonesia sendiri
juga mengalami konflik nilai-nilai dalam hukum. Di satu pihak ingin hidup
dengan mendasarkan pada kehidupan yang berorentiasi kepada nilai-nilai komunal,
seperti musyawarah, namun pada waktu yang bersamaan, disadari atau tidak, juga digunakan
doktrin besar rule of law. Dalam sosiologi hukum, konflik-konflik
seperti itu dijelaskan dari interaksi antara nilai-nilai tertentu dengan
struktur sosial di mana nilai-nilai tersebut dijalankan. Struktur sosial ini
adalah realitas sosiologis yang merupakan modal suatu bangsa untuk memahami dan
mempraktikan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
B.
Hukum dan Nilai-nilai Sosial Budaya Pada Masyarakat Indonesia
Pada awalnya
dahulu, Indonesia hanya memiliki hukum tidak tertulis (unwritten law), yang
bersumber dari njiali-nilai sosial dan budaya yang dimiliki dan telah dipercaya
oleh masyarakat sejak lama. Dengan kata lain, hukum yang ada di
Indonesia pada zaman dahulu adalah budaya hukum yang hidup, tumbuh, dan berkembang di dalam
masyarakat (living law). Namun, akibat pengaruh penjajahan pada masa kolonial, seiring
dengan perkembangan zaman, masyarakat hukum Indonesia mengalami pembangunan
hukum dan konsep hukum yang berlaku meliputi hukum tertulis. Sehingga
masyarakat hukum Indonesia lama-kelamaan mulai terbiasa dengan hukum tertulis. Indoesia
saat ini merupakan negara hukum, dan melandaskan segala kehidupannya di atas
sebuah hukum. Namun, di tengah kenyataan Indonesia sebagai negara hukum, terdapat
nilai-nilai
sosial dan budaya masyarakat yang
hidup di dalamnya, sehingga secara keseluruhan budaya hukum masyarakat Indonesia hingga saat ini adalah nilai-nilai dan budaya hukum living
law.
Lili Rasyidi dan IB Wiyasa Putra mengemukakan
bahwa masyarakat hukum Indonesia ini merupakan satu kesatuan masyarakat hukum
yang besar, yang tersusun atas kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang lebih
kecil, yang dikenal dengan masyarakat hukum adat. Kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum yang lebih kecil ini merupakan suatu bentuk masyarakat tradisional yang
memiliki tradisi-tradisi hukum tersendiri yang diakui otonominya. Sebagai suatu
sistem masyarakat hukum, kesatuan-kesatuan masyarakat hukum ini memiliki
komponen-komponen sistem tersendiri pula, mereka memiliki struktur sosial,
sistem filsafat, sistem budaya, sistem pendidikan, sistem konsep hukum, sistem
penbentukan dan sistem penerapan hukum yang serba khas pula. Di dalam
masyarakat hukum ini terdapat nilai-nilai sosial budaya sebagai tradisi yang
sudah dimiliki dan dianut oleh masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, hukum yang ada di Indonesia harus disesuaikan dan diselaraskan dengan nilai-nilai sosial budaya yang hidup di masyarakatnya. Hal ini memang menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Indonesia sebagai negara dengan segala keunikannya. Namun, dalam pembangunan hukum di Indonesia, tantangan ini seharusnya dapat diatasi dengan mengefektifkan sistem perwakilan dan komunikasi antara masyarakat dengan wakil-wakilnya. Selain itu, juga dengan senantiasa mendahului pembentukan hukum dengan penelitian tentang pandangan, sikap dan perasaan hukum, kebutuhan akan hukum, dan rasa keadilan masyarakat tentang hukum yang akan dibentuk.
C. Teori
Sociological Jurisprudence
Eugene Erlich dianggap sebagai pelopor aliran Sociological
Jurisprudence ini. Inti ajarannya adalah pembedaan antara hukum positif
dengan hukum yang hidup atau kaidah-kaidah sosial lainnya. Dia menyatakan bahwa
hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat (culture patterns). Baginya, ada sebuah hukum yang
hidup dalam masyarakat yang mendasari aturan formal dari sistem hukum yang ada.
Oleh karena itu, ia melihat bahwa pusat dari keberadaan hukum adalah masyarakat
itu sendiri. Pernyataan Ehrlich yang populer yaitu “The center of gravity of
legal development lies not in legislation, nor in juristic science, nor in
judicial decision, but in society itself.” Menurut Ehrlich, perkembangan
hukum tidak terdapat dalam undang-undang, tidak dalam ilmu hukum, dan tidak pula
dalam putusan pengadilan, melainkan ada dalam masyarakat sendiri.
Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi yang cermat
antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya
kepastian hukum (positivism law) dan living law sebagai wujud
penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan
orientasi hukum. Dalam perspektif sociological jurisprudence, hukum
tidak melulu dipahami sebagai upaya kontrol sosial yang bersifat formal dalam
menyelesaikan konflik, tetapi sekaligus mendesain penerapan hukum itu sebagai
upaya social engineering.
Selanjutnya menurut Roscoe
Pound “law is a tool of social engineering” yakni hukum adalah alat
rekayasa masyarakat. Sama seperti menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum adalah
keseluruhan azas-azas dan kaidah-kaidah yang mengatur masyarakat, termasuk di
dalamnya lembaga dan proses untuk mewujudkan hukum itu ke dalam kenyataan. Hukum
sangat dipengaruhi oleh ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, bukan hanya
sekedar kemauan dari pemerintah semata. Suatu logika yang terbuka, perkembangan
kebutuhan masyarakat sangat mempengaruhi pertumbuhan hukum di dalam masyarakat.
Teori ini sangat relevan dengan bahasan
pada artikel ini yakni mengenai hukum dan nilai-nilai sosial budaya yang ada
pada masyarakat Indonesia. Di mana hukum formal atau hukum tertulis yang
dituangkan pada butir-butir aturan perundungan-undangan haruslah berdasar pada
nilai yang hidup di masyarakat. Kemudian, hukum yang berlaku tidak hanya
berasal dari kemauan dan kehendak pemerintah yang menjabat saat itu saja, namun
sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya masyarakat, termasuk dengan
nilai-nilai yang berkembang dan hidup di dalamnya. Dalam hal ini nilai yang
dimaksud adalah nilai-nilai sosial budaya yang sejak lama telah tumbuh dan
berkembang di tengah masyarakat.
D. Contoh
: Qanun di Naggroe Aceh Darussalam
Penerapan hukum di Aceh atau yang
lazim disebut dengan Qanun didasarkan pada pandangan ideologis keagamaan
masyarakatnya yakni agama Islam sebagai nilai yang telah dianut sejak dahulu
oleh masyarakatnya. Hal ini memang telah ada di beberapa negara Islam seperti Iran,
Arab Saudi dan lai-lain yang juga menerapkan hukum pidana Islam sebagai hukum
pidana positifnya. Namun, ruang lingkupnya negara. Sedangkan penerapan hukum
pidana Islam di Aceh cakupannya adalah provinsi. Hal ini merupakan suatu keunikan
tersendiri yang menjadikan Aceh berbeda dari daerah lainnya di Indonesia, dan
ditetapkan sebagai provinsi yang istimewa dengan diberikannya otonomi khusus
bagi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal ini merupakan suatu realita bahwa secara
empiris syariat Islam di Aceh telah menjadi nilai yang hidup dalam masyarakat
Aceh (existing values) selama berabad-abad. Dengan diselaraskannya hukum
dengan nilai yang dianut oleh masyarakat seperti yang ada di Aceh ini, muncul harapan
agar segala hukum dan peraturan yang berlaku dapat dipatuhi oleh masyarakat
yang bersangkutan demi kebaikan bersama.
E. Berita
Sumber :
Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tamiang menyebut seorang perempuan di Aceh, AH,
terjerat kasus perzinaan dihukum cambuk 100 kali. Lantaran tak kuat, perempuan itu diperbolehkan mencicil hukuman
cambuk untuk tahun depan.
"Untuk yang 100 kali cambukan, baru dijalani 39 cambukan. Maka sisanya
nanti saat eksekusi di tahun depan," ujar Kepala Seksi Pidana Umum Kejari
Aceh Tamiang, Roby Syahputra, Kamis (5/12) dikutip dari Antara.
Roby menjelaskan sebanyak 33
pelanggar syariat Islam, di antaranya tiga perempuan, telah menjalani eksekusi cambuk
karena terbukti bersalah melanggar syariat Islam yang diatur dalam Qanun
Provinsi Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Terdakwa AH (35) merupakan
penduduk di Dusun Bendahara, Desa Sungai Kuruk, Kecamatan Seruway, telah
berulang kali dipanggil oleh jaksa yang mengeksekusi dari Kejari Aceh Tamiang
untuk menjalani eksekusi hukuman cambuk.
Dari pantauan Antara, AH tidak sanggup menahan rasa sakit di bagian
punggung akibat lecutan seorang algojo dari atas panggung halaman depan Gedung
Islamic Center Aceh Tamiang, dengan disaksikan sejumlah pejabat terkait dan
masyarat sekitar.
Perempuan terdakwa itu bersama
pasangan bukan muhrimnya Rustam (59) merupakan warga di Dusun Tanjung Keramat,
Desa Paya Udang, Kecamatan Seruway, terbukti melakukan perbuatan zina. Mereka
masing-masing dihukum 100 kali cambukan selama berada dalam tahanan sementara.
Rustam tampak kerap merasa kesakitan di bagian punggung dan meminta air putih,
serta waktu istirahat beberapa saat dalam gedung. Ia masih sanggup menahan rasa
sakit akibat lecutan cambuk sang algojo.
"Kalau yang pingsan tadi (terdakwa IH, 32) setelah eksekusi selesai,"
lanjut Roby.
Pelaksanaan uqubat atau
hukuman cambuk ini dilakukan di ruang terbuka, disaksikan ratusan masyarakat
secara langsung, sebagai bentuk penerapan hukum syariat di Provinsi Aceh agar
menjadi pelajaran bagi masyarakat luas di Aceh Tamiang.
"Paling enaknya cuma lima menit, tapi sakit dan malunya ini," kata
warga, Syawal (43)
SUMBER
REFERENSI :
Shalihah, Fithriatus. 2017. Sosiologi
Hukum. Depok : Rajawali Pers
http://etheses.iainponorogo.ac.id/2319/3/BAB%20II.pdf
Diakses pada tanggal 06 Juni 2020 pada pukul 5:56 WIB
https://osf.io/5ymwh/download Diakses pada tanggal 06 Juni 2020 pada pukul 06:05 WIB
https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/view/5660 Diakses pada tanggal 06 Juni 2020 pada pukul 6:12 WIB
https://media.neliti.com/media/publications/240266-paradigma-hukum-sosiologis-upaya-menemuk-d48f701b.pdf
Diakses pada tanggal 08 Juni 2020 pada pukul 9:27WIB
https://media.neliti.com/media/publications/234998-kontribusi-aliran-sociological-jurisprud-4b6b7af5.pdf
Diakses pada tanggal 08 Juni 2020 pada pukul 10:04 WIB
http://repository.unp.ac.id/17201/1/Bahan%20Ajar%20Sosiologi%20Hukum.pdf Diakses pada tanggal 08 Juni 2020 pada pukul 10:29 WIB
https://media.neliti.com/media/publications/272970-none-1fed55ec.pdf Diakses pada tanggal 09 Juni 2020 pada pukul 05:48 WIB
Komentar
Posting Komentar