PENDIDIKAN BAGI ANAK-ANAK DI SLUM AREA,

MENJADI TANTANGAN TERSENDIRI




IMAGE BY PINTEREST
                       

Tingginya angka kepadatan penduduk dan urbanisasi di Indonesia menyebabkan berbagai masalah di lingkungan perkotaan, salah satunya adalah munculnya slum area (daerah kumuh) di tengah kota-kota di Indonesia. Slum area adalah pemukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh adalah perumahan ynag mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian (UU No. 1 tahun 2011). Penduduk yang datang ke kota dari berbagai penjuru namun tidak memiliki tempat tujuan akan menempati lahan-lahan yang dibangun secara tidak terencana dengan segala keterbatasan mereka, tanpa memperhatikan aspek-aspek lingkungan.

Selain berbagai ciri fisik slum area seperti penduduk padat dengan lahan terbatas, bangunan rumah tidak layak huni, lingkungan kotor, drainase dan sanitasi buruk, miskin fasilitas, serta kesehatan lingkungan serta penduduk yang sangat rendah, terdapat pula ciri slum area dari segi sosial yaitu masyarakatnya memiliki kebiasaan yang cenderung ke arah penyimpangan. Mengapa demikian? Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pendapatan penduduk yang rendah, tingkat pendidikan yang juga rata-rata rendah, serta hubungan antara sesama penduduk slum area yang lebih kuat daripada dengan penduduk dari bagian kota lain. Adanya faktor-faktor tersebut juga menyebabkan slum area menjadi kawasan yang secara fisik, ekonomi, sosial, dan budaya mengalami degradasi.

Dengan segala kondisi yang ada, anak-anak yang lahir dan dibesarkan di slum area memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi seorang penyimpang saat dewasa nanti. Untuk itu, demi menyelamatkan masa depan mereka diperlukan pendidikan yang tepat. Hal ini, yang akan menjadi tantangan tersendiri bagi para penyelenggara pendidikan. Bagiamana cara mensosialisaikan kepada masyarakat slum area tentang kesadaran akan pentingnya pendidikan, bagaimana mendidik anak-anak di slum area yang sudah terlanjur tercemar perilaku-perilaku menyimpang sejak dini, pertanyaan-pertanyaan inilah yang kemudian menjadi tugas pendidikan untuk menjawabnya.

Secara sosiologis, pendidikan merupakan alat untuk memelihara kelangsungan hidup bersama di dalam sistem yang ada. Sedangkan dalam konteks antropologis, pendidikan merupakan alat dimana dengan itu kebudayaan masyarakat dapat dilestarikan melalui proses pewarisan kebudayaan. Dalam hal ini, apabila dikaitkan dengan tujuan dari pendidikan bagi anak-anak di daerah slum sendiri yaitu menghindarkan mereka dari perilaku menyimpang pada khususnya dan memajukan penduduk slum area pada umumnya, maka pendidikan yang paling sesuai adalah pendidikan karakter. Di samping pendidikan akademis, sangat penting pula untuk diperhatikan perihal pendidikan karakter bagi anak-anak tersebut. Karena jika dibandingkan anak-anak di bagian kota lainnya, mereka jauh lebih rentan terkena pengaruh negatif dari lingkungan tempat tinggal yang notabenenya adalah ‘gudangnya penyimpang’.

Di sini, modal sosial diperlukan dalam proses pendidikan karakter bagi anak-anak yang tinggal di slum area. Unsur-unsur pokok dalam modal sosial haruslah dipahami oleh seluruh warga masyarakat agar tujuan dari pendidikan karakter dapat berhasil dan berjalan dengan optimal. Modal sosial mengandung tiga komponen yaitu struktur, kesempatan (aksesibilitas melalui jaringan sosial), dan tindakan. Dalam konteks pendidikan karakter, modal sosial diperlukan dalam mengembangkan struktur masyarakat yang mengembangkan jaringan sosial dalam membentuk perilaku berkarakter.

Peran modal sosial dalam pendidikan karakter adalah berkaitan dengan unsur-unsur modal sosial.
1.     Pertama, nilai-nilai sosial, pendidikan karakter sangat membutuhkan nilai-nilai karakter yang dianggap benar dan penting oleh seluruh warga masyarakat. Nilai-nilai yang disepakati dalam pendidikan karakter memiliki peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi aturan-aturan bertingkah laku yang bertujuan untuk membentuk pola-pola kultural sebagai bentuk dari identitas budaya bangsa.
2.     Kedua, norma sosial, norma sosial berperan dalam mengontrol dan mengawasi perilaku berkarakter yang tumbuh di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun di sekolah itu sendiri.
3.     Ketiga, partisipasi dalam jaringan sosial, pendidikan karakter memerlukan kapasitas sosial yang mampu membangun jaringan sosial yang dapat membentuk pola hubungan yang selaras antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dengan prinsip yang sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan karakter.
4.  Keempat, kepercayaan, rasa percaya sangat dibutuhkan dalam proses interaksisosial antarindividu maupun antar relasi/sistem sosial. Hubungan sosial yang dibangun berdasarkan pola tindakan yang saling mendukung untuk membangun karakter siswa.
5.   Terakhir, tindakan proaktif, pendidikan karakter sangat ditentukan oleh keinginan kuat dari anggota kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam keseluruhan proses pendidikan. Perilaku proaktif menentukan keberhasilan dalam proses pendidikan karakter, karena dengan adanya perilaku tersebut terkandung semangat untuk aktif, peduli, dan menggali informasi yang diperlukan untuk mengembangkan ide dan  pengetahuan yang bertujuan untuk membentuk karakter siswa yang kuat dalam proses pendidikan karakter.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam proses pendidikan karakter terdapat kecenderungan memmerlukan modal sosial. Begitu juga dengan unsur modal yang satu dengan yang lainnya seperti yang sudah dipaparkan di atas saling memiliki keterkaitan. Dengan adanya pendidikan karakter yang betul-betul diperhatikan pada anak-anak yang tinggal di slum area, diharapkan dapat mengantisipasi adanya perilaku menyimpang di kemudian hari. Selain itu, dengan pemberian pendidikan yang baik dan sesuai juga mampu membekali mereka untuk menjadi seorang yang terdidik. Jadi, meskipun latar belakangnya adalah berasal dari keluarga dan masyarakat yang krisis secara fisik, ekonomi, sosial, juga budaya, namun kondisi tersebut diharapkan agar tidak menghalangi anak-anak itu untuk menjadi seseorang yang berkarakter, berpendidikan, dan berhasil menggapai cita-citanya di masa depan.



SUMBER REFERENSI :

Septiarti, S. W. 2017. Sosiologi dan Antropologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.

Harahap, Anni Rufaedah. 2019. Potret Masyarakat di Permukiman Kumuh (Slum area). Skripsi UNILA.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIARYKU #1

DIARYKU #3

ARTIKEL KAJIAN SOSIOLOGI HUKUM