DAILY TRAVELER


CATATAN PERJALANANKU
KKL PENDIDIKAN SOSIOLOGI UNY 2020

            Assalamu’alaikum teman-teman, saya Aprita Nur Rachma atau sebut saja Prita, mahasiswi semester 3 program studi Pendidikan Sosiologi UNY. Pada kesempatan ini, saya ingin mengisahkan sebuah pengalaman yang mungkin hanya akan terjadi sekali seumur hidup saya dalam sebuah catatan perjalanan (diary). Pengalaman apakah itu? Ya, pengalaman saya ketika KKL (Kuliah Kerja Lapangan). Jadi, di prodi Pendidikan Sosiologi UNY, setiap mahasiswa semester 3 diwajibkan untuk menjalani kegiatan KKL. Dan di akhir semester 3, tepatnya pada tanggal 13-15 Januari 2020 kemarin, baru saja saya melaksanakan KKL. Kali ini, tujuan KKL kami adalah di Kota Malang, Jawa Timur.
            Pada tanggal 13 Januari 2020 pagi, sekitar pukul 06.00 WIB kami berkumpul di depan rektorat UNY sebelum berangkat menggunakan bus. Seluruh mahasiswa terlihat sangat antusias saat itu. Oh iya, ada 3 dosen yang ikut dalam KKL kali ini yakni Ibu Sasi, Ibu Tiwi, dan Bapak Datu. Dosen-dosen kami ini merupakan para dosen muda yang sangat berkompeten, yang mendampingi kami selama menjalani kegiatan KKL. Sebelum berangkat, terlebih dahulu kami diberikan pembekalan oleh dosen disambung dengan berdo’a. Lalu, kami pun berangkat dengan 2 buah bus, dimana bus pertama diisi oleh mahasiswa semester 3 kelas A dan Bu Tiwi serta Bu Sasi, sedangkan bus 2 adalah mahasiswa semester 3 kelas B dan juga Pak Datu, tentunya bersama para tour leader dan awak bus. 
            Di awal perjalanan berangkat rasanya saya sangat bersemangat. Bagaimana tidak, di sepanjang perjalanan kami diisi dengan canda tawa dengan teman-teman dan menyanyi bersama. Rasanya tidak hanya saya, raut wajah teman-teman yang lain pun terlihat lebih sumringah dari biasanya. Entah karena saat itu masih pagi atau karena terlalu antusias untuk mengikuti kegiatan KKL. Belum sampai setengah perjalanan, bus kami menepi. Ya, beberapa diantara kami sudah ‘kebelet’. Akhirnya, kami pun berhenti sebentar di SPBU di daerah Klaten kalau tidak salah. Saya? Tak perlu ditanya, sudah pasti saya akan ikut turun bus setiap kali berhenti untuk ke toilet, karena selama di bus saya memang banyak minum. Perjalanan dilanjut hingga sekitar pukul 12.00 kami sudah tiba di rest area kota Batu Malang sekaligus makan siang. Meskipun perjalanan berangkat hanya berkisar 5 jam, namun rasanya lama sekali, karena sepertinya saya ingin segera sampai di tujuan pertama kami yaitu Desa Ngadas yang katanya merupakan desa tertinggi di Pulau Jawa dan katanya juga adalah negeri di atas awan.
Setelah makan siang dan mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa kami melanjutkan kembali perjalanan ke Ngadas dengan shuttle. Mengapa? Karena jalanan menuju ke sana tidak mampu dilalui bus besar sehingga kami pun dibagi lagi ke dalam 5 buah shuttle. Perjalalan menuju Ngadas ini cukup singkat, hanya sekitar 2 jam kami sudah tiba di Ngadas. Selama perjalanan, kami disambut dengan pemandangan alam yang sangat eksotis. Jika di area kampus kami hanya biasa melihat gedung-gedung tinggi, di sini kami sangat terpesona dengan suguhan pemandangan perkebunan yang membentang luas dan pegunungan di atasnya yang begitu cantik. Sampai-sampai kami terlambat menyadari jika di sebelah kanan dan kiri jalan yang kami lalui adalah jurang yang cukup dalam. Sembari terus berdoa agar selamat sampai tujuan, kami sangat menikmati perjalanan singkat ini.
            Setibanya di Balai Desa Ngadas, sekitar pukul 16.30 kami disambut oleh para warga yang herannya bapak-bapak itu semuanya memakai sarung yang menyelimuti tubuuh dan beberapa menggunakan penutup kepala. Ternyata, setelah kami turun dari shuttle baru kami rasakan jika udara di sana memang sangat dingin. Suhu yang saya lihat di handphone menunjukkan angka 16 derajat celcius, sampai ketika kami membuka mulut keluar asap dari mulut kami. Tubuh pun mulai beradaptasi dengan hawa dingin yang ada di sana. Empat shuttle sudah tiba di sana, namun mengapa shuttle yang satu lagi belum juga sampai. Sesaat kemudian, kami diberi kabar bahwa salah satu shuttle macet di jalan akibat mesinnya terbakar. Seketika kami panik mendengarnya mengingat penumpang yang ada di dalam shuttle tersebut merupakan teman-teman dan dosen kami. Namun, panitia KKL meminta kami untuk tetap tenang karena mereka akan dijemput oleh shuttle yang lain. Beberapa menit kemudian mereka sampai, lega sekali rasanya melihat mereka dalam keadaan baik-baik saja.
            Setelah semua mahasiswa dikondisikan, salah satu dosen kami memanggil setiap kelompok yang sudah dibagi sebelumnya dan memberangkatkan menuju rumah-rumah penduduk ditemani oleh tuan rumah masing-masing. Kami berjalan kaki sambil membawa barang bawaan kami menuju rumah penduduk yang akan kita tumpangi selama satu hari ke depan. Ada 19 rumah yang akan ditinggali oleh mahasiswa, dan setiap rumah berisikan 4 – 8 mahasiswa. Sesampainya di sebuah rumah sederhana yang berlantaikan tanah dan berdinding kayu, saya bersama teman sekelompok disambut oleh perempuan paruh baya yang tidak lain merupakan pemilik rumah tersebut. Sedangkan yang menemani kami berjalan dari Balai Desa Ngadas menuju rumah tersebut adalah seorang laki-laki yang juga seumuran dengan ibu tadi, yang merupakan suaminya. Di sana, kami dipersilakan untuk duduk dan menghangatkan diri di depan alas tanah liat yang ada bara api di atasnya. Tak lupa, ibu ini juga membuatkan kami air minum hangat kemudian mempersilakan kami untuk mengisi perut dengan makanan yang sudah beliau hidangkan di meja. “Mari makan, tapi seadanya saja.” begitu katanya. Padahal jelas kami tahu bahwa beliau memang menyiapkan ini semua dengan sebaik mungkin demi menyambut kedatangan kami. Karena memang perut kami sudah terasa lapar, akhirnya kami makan bersama sembari berbincang dengan ibu dan bapak.
            Selesai makan, bapak mengantarkan kami menuju rumah berikutnya yang akan kami tinggali. Terkejut, ternyata bukan rumah sederhana ini yang akan kami tumpangi. Rumah ini hanya tempat kami bersinggah sebentar untuk istirahat, makan, dan minum saja. Kemudian kami menuruti perintah bapak untuk ikut bersama beliau menuju rumah Pak Toko. Setibanya di rumah Pak Toko, kami pun dipersilakan untuk masuk dan meletakkan barang-barang kami di sebuah kamar yang telah dipersiapkan untuk kami singgahi nanti malam. Rumah Pak Toko ini jauh lebih besar daripada rumah milik bapak yang mengantarkan kami, bangunannya pun terlihat lebih baru, dindingnya juga terbuat dari batu bata dan sudah dicat bagus dengan tambahan ornamen-ornamen penghiasnya, bahkan ada dua lantai.
            Sekitar pukul 7 malam kami kembali ke Balai Desa untuk mengikuti acara FGD (Forum Group Discussion) dengan narasumber Bapak Kepala Desa Ngadas dan Bapak Kepala Adat (Mbah Dukun). Dalam diskusi tersebut kami dipersilakan untuk bertanya mengenai apa saja yang ada di Desa Ngadas ini, seperti tradisi, adat istiadat, pendidikan, politik, atau apapun yang ada di sana. Banyak informasi baru mengenai Desa Ngadas yang kami dapatkan dari acara FGD ini. Menginjak pukul 10 malam kami lalu berfoto bersama Pak Kades dan Mbah Dukun sebelum pulang ke rumah masing-masing (yang ditinggali selama di sana). Sesampainya di rumah Pak Toko saya dan teman-teman sekelompok kemudian bersih-bersih, ibadah, lalu istirahat. Hawa dingin memaksa kami harus tidur dengan satu tempat tidur saja, padahal Bu Toko sudah menawari tempat tidur satu lagi namun kami memilih untuk tidur berdempetan agar lebih hangat.
            Paginya, kami beranikan diri untuk mandi karena semalam kami tidak berani menyentuh air. Bagaimana tidak, air di sana dinginnya seperti air es di kulkas. Kemudian sekitar pukul 7 pagi kami membantu Bu Toko memasak dilanjutkan makan bersama di dapur. Kami duduk menggunakan kursi kecil (dingklik) melingkari tungku. Sembari makan, kami juga sempat berbincang dengan Pak Toko dan Bu Toko. Beliau bercerita banyak mengenai kehidupan ynag ada di Desa Ngadas, mulai dari adat istiadat di sana yang masih dipegang kuat, multikulturalisme yang diimbangi toleransi, matapencaharian sehari-hari penduduk, hingga curhatan Bu Toko jika ingin berbelanja harus jauh-jauh turun ke daerah di bawahnya itu pun dilakukan sebulan sekali. Perbincangan kami berlangsung asyik, karena kami terlalu antusias untuk menanyakan apapun yang ingin diketahui dan beliau pun antusias untuk menjawab keingintahuan kami. Tak lama, Bu Toko mengingatkan bahwa pukul 9 nanti kami harus bergegas ke rumah Pak Kades untuk mengikuti upacara Barikan dan Galungan. Singkatnya, upacara galungan merupakan upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Tengger, Desa Ngadas yang dilakukan dengan cara seluruh masyarakat Tengger membawa berbagai macam makanan yang kemudian dibawa ke depan rumah Pak Kades dan didoakan oleh Mbah Dukun beserta tokoh lainnya, setelah itu makanan-makanan tersebut diambil sebagian untuk dibagikan ke warga kurang mampu dan sebagian lagi dibawa pulang. Sedangkan Barikan adalah upacara yang ditujukan untuk meminta keselamatan dari bencana alam.



            Selesai upacara, kami pun kembali pulang ke rumah Bu Toko lalu makan siang sebelum membereskan barang-barang kami karena pukul 12 kami harus kembali berkumpul di Balai Desa lalu melanjutkan perjalanan ke Kampung Jodipan. Sebelum pergi, kami juga menyempatkan untuk berpamitan kepada Bu Toko sekaligus mengucapkan terima kasih dan meminta maaf kemudian dilanjut berfoto bersama. Pak Toko saat itu sedang pergi ke ladang, sedangkan anak mereka ada di sekolah. Jadi, kami hanya berpamitan dengan Bu Toko saja.

            Sekitar pukul 13.00 siang kami berangkat menjku Kampung Jodipan dan Tridi yang terletak di Kota Batu, Malang menggunakan shuttle kami kemarin. Setelah kurang lebih 2 jam peerjalanan kami pun sampai. Kampung Jodipan dan Kampung Tridi merupakan kawasan permukiman kumuh yang ada di bantaran sungai Brantas yang kemudian mendapat sentuhan tangan-tangan terampil sehingga berubah menjadi kampung warna-warni dan penuh gambar yang sejak tahun 2017 telah menjadi kampung wisata. Setibanya di sana, kami dipersilakan untuk berkumpul terlebih dahulu di lapangan kecil guna mendengarkan sambutan dari Bapak RT dan tokoh lainnya. Setelahnya, baru kami berkeliling kampung untuk melaksanakan tugas kelompok membuat video di sana. Ternyata kampung ini cukup luas dan jalannya naik turun, meskipun gang-gangnya tidak terlalu besar. Apalagi selama di sana kami serasa dikejar-kejar waktu, karena harus segera melanjutkan perjalanan menuju Hotel Transformer. Walaupun kaki pegal-pegal, dan badan rasanya lelah tak karuan, namun hati kami senang.
            Tak lama kemudian, kami sampai di rumah makan. Kemudian sesegera mungkin kami makan dan beribadah sebelum lanjut menuju Hotel Transformer milik SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) yang juga akan kita kunjungi besoknya. Setelah check in hotel, kami menyaksikan spectacular show oleh siswa-siswi SMA SPI. Karena masih satu kawasan dengan hotel, kami cukup berjalan kaki untuk menuju SMA SPI. Kemudian paginya, setelah check out dari hotel kami melaksanakan berbagai kegiatan di SMA SPI. Mulai dari, seminar yang diisi oleh salah satu pengelola SMA SPI dilanjutkan dengan kegiatan outbound. Banyak sekali pengalaman menginspirasi yang kami dapatkan di sana. Hebatnya, seluruh aset yang ada di SMA SPI, termasuk Hotel Transformer yang kami singgahi dikelola langsung oleh adik-adik siswa SMA SPI sendiri, dan dibina oleh para alumni di sana juga oleh founder SMA SPI sendiri yakni Bapak Julianto Eka Putra.
            Selesai berkegiatan di SMA SPI, kami melanjutkan perjalanan menggunakan bus menuju ke Jatim Park III dan pusat oleh-oleh. Sejujurnya, di Jatim Park III banyak wahana seru yang ingin saya coba. Namun, apalah daya karena kami hanya diberi waktu satu jam saja untuk bermain-main di sana. Akhirnya, saya dan teman-teman memutuskan untuk bersua foto saja sambil menikmati suasana. Lalu, sekitar pukul 19.00 kami harus berangkat lagi menuju tempat makan dan pusat oleh-oleh khas Malang. Setelah puas makan, berbelanja, dan bersiap, kami segera naik lagi ke bus dan melanjutkan perjalanan menuju ke Yogyakarta. Pukul 21.30 bus kami melaju, dan tak terasa pukul 03.30 dini hari kami sudah tiba di kampus UNY. Perasaan lega, sekaligus sedih bercampur aduk di hati. Lega karena kewajiban kami untuk menunaikan tugas KKL sudah kami jalani dengan lancar dan sedih karena momen berharga ini tidak akan terulang lagi untuk kedua kalinya dalam hidup kami. Namun, semua memang akan menjadi kenangan. Setidaknya KKL kali ini akan menjadi kenangan manis yang bisa diceritakan ke anak cucu nanti. Terakhir, saya ucapkan terima kasih kepada para pembaca yang sudah bersedia menikmati tulisan sederhana saya ini. Wassalamu'alaikum.

Bonus :




Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIARYKU #1

DIARYKU #3

ARTIKEL KAJIAN SOSIOLOGI HUKUM