DIARYKU #11

Nama               : Aprita Nur Rachma

NIM                : 18413241025

Prodi               : Pendidikan Sosiologi 2018 A

05 Mei 2020

“Boleh Konyol, Asal Tahu Aturan”

Lagi lagi, kabar tak enak hinggap di telingaku. Kali ini tentang kejadian konyol yang terjadi di sekitar tempat tinggalku. Memang akhir-akhir ini ada-ada saja kejadiannya, mungkin orang-orang sudah bosan dikurung di dalam rumah atau mulai muak dengan keadaan ini, entah. Jadi, beberapa hari ini setiap pagi (hampir tiap hari) ketenangan tidur kami diusik oleh suara keras menggelegar layaknya bom yang kedengarannya berasal dari arah selatan desa, dekat dengan perbatasan desa sebelah.

Di bulan Ramadhan ini warga desa kami yang mayoritasnya adalah umat muslim pasti memaksimalkan ibadahnya di malam hari hingga larut malam, apalagi ditambah harus ada yang begadang untuk berjaga malam demi keamanan desa, lalu paginya masih harus bangun lebih awal untuk sahur. Sehingga, kebanyakan orang memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya selepas subuh dengan tidur sepanjang pagi. Di tengah nyenyaknya tidur kami, tiba-tiba ada yang dengan sengaja mengganggu dan membuat kacau istirahat kami dengan menyalakan petasan. Sekali dua kali kami masih sabar, namun ternyata kesabaran kami tak lantas membuat si pencipta kegaduhan itu berhenti melancarkan aksinya, justru mungkin semakin girang karena tidak ada yang menghalangi.

Akhirnya beberapa warga yang terdiri dari para pemuda dan bapak-bapak muda mengambil tindakan. Mereka mencari tahu siapa pelakunya, lalu tanpa segan menindaknya. Karena terlanjur diliputi emosi yang memuncak, si pelaku pun menjadi sasaran kemarahan warga. Ia dipukuli habis-habisan. Untungnya segera ada warga lain yang melindunginya, yang tak lain adalah warga desa sebelah dimana si pelaku tersebut tinggal. Kemudian si pelaku meminta maaf atas perilaku konyolnya, disusul permintaan maaf dari perwakilan desa sebelah kepada desa kami. Dan kasus ini berakhir secara kekeluargaan tanpa harus melibatkan pihak berwajib, karena dirasa sanksi sosial semacam ini sudah cukup memberi efek jera bagi pelaku dan diharapkan tidak ada kekonyolan-kekonyolan selanjutnya.

Menurutku pribadi, rasanya memang pantas jika seseorang yang tak bisa membaca dan mengerti kondisi itu mendapatkan sanksi. Bukan apa-apa, jika memang ia melakukan itu demi menghibur diri semata apa tidak ada cara lain yang lebih asik. Tentunya tidak hanya asik untuk dirinya sendiri, namun juga asik bagi orang lain. Toh, main petasan berlebihan seperti itu juga bisa membahayakan dirinya sendiri, apa sudah tidak sayang dengan nyawanya. Justru kami yang mengetahui fenomena lucu ini peduli dengan nyawanya, pun dengan nasib keluarganya. Karena ternyata si pelaku ini bukan anak-anak, melainkan bapak muda yang sudah beranak satu. Tidak habis pikir sebenarnya, apa yang menjadi motivasinya melakukan itu dan muncul juga pertanyaan apakah ia dalam kondisi sadar atau tidak. Tapi kalau kondisinya tidak sadar mengapa ia lakukan itu berulang kali.

        Cepat pergi corona dan segala kekonyolan di dalamnya, lekas membaik bumiku!

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIARYKU #1

DIARYKU #3

ARTIKEL KAJIAN SOSIOLOGI HUKUM